Ya Allah, Atas KemuliaanMu,KeagunganMu dan Belas EhsanMu limpahkan lah hidayahMu kepada kami,semuga kami semua berjumpa dengan sebenar-benar jalan untuk kami pulang kesisiMu........


Fekah tanpa tasauf fasik,Tasauf tanpa fekah zindiq

Sunday, June 19, 2011

Roh dan artikel berkaiatan dengan Nya


Sufi Road : Menembus Alam Ruhaniah

Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A di dalam kitabnya al-Ghunyah; 1/101, menyebutkan: “Di dalam hati manusia terdapat dua ajakan: Pertama ajakan malaikat. Ajakan malaikat itu mengajak kepada kebaikan dan membenarkan kepada yang benar (haq); dan kedua, ajakan musuh. Ajakan musuh itu mengajak kepada kejahatan, mengingkari kebenaran dan melarang kepada kebajikan”. Yang demikian telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud R.A.


Al-Hasan al-Bashri R.A berkata: “Sesungguhnya kedua ajakan itu adalah kemauan yang selalu mengitari hati manusia, kemauan dari Allah dan dari musuh, hanya dengan sebab Rahmat Allah, seorang hamba mampu mengontrol kemauan-kemauannya tersebut. Oleh karena itu, apa-apa yang datang dari Allah hendaknya dipegang oleh manusia dengan erat-erat dan apa yang datang dari musuh, dilawannya kuat-kuat “.


Mujahid R.A berkata; Firman Allah s.w.t:


مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ


Dari kejahatan bisikan setan yang biasa bersembunyi”. (QS. an-Nas; 114/4)

Bisikan itu mencengkram hati manusia, apabila manusia berdzikir kepada Allah, maka setan itu akan melepaskan cengkramannya namun apabila manusia kembali lupa, maka setan itu akan kembali mencengkram hatinya. Muqotil R.A berkata: “Dia adalah setan yang berbentuk babi hutan yang mulutnya selalu menempel di hati manusia, dia masuk melalui jalan darah untuk menguasai manusia lewat hatinya. Apabila manusia melupakan Allah Ta’ala, dia menguasai hatinya dan apabila manusia sedang berdzikir kepada Allah dia melepaskan dan keluar dari jasad manusia itu“.

Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A berkata, bahwa di dalam hati ada enam bisikan (khotir): (1) Bisikan nafsu syahwat; 

(2) Bisikan setan; 
(3) Bisikan ruh; 
(4) Bisikan malaikat; 
(5) Bisikan akal; dan 
(6) Bisikan keyakinan.

1. Bisikan Nafsu Syahwat
Bisikan nafsu syahwat adalah bisikan yang secara qudroti tercipta untuk memerintah manusia mengerjakan kejelekan dan memperturutkan hawa nafsu.

2. Bisikan Setan
Bisikan setan itu adalah perintah agar manusia menjadi kafir dan musyrik (menyekutukan Allah), berkeluh-kesah, ragu terhadap janji Allah s.w.t cenderung berbuat maksiat, menunda-nunda taubat dan apa saja yang menyebabkan kehidupan manusia menjadi hancur baik di dunia maupun di akherat. Ajakan setan ini adalah ajakan paling tercela dari jenis ajakan jelek tersebut.

3. Bisikan Ruh
Bisikan ruh adalah bisikan yang mengajak manusia mengikuti kebenaran dan ketaatan kepada Allah s.w.t dan juga kepada apa saja yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan keselamatan dan kemuliaan manusia, baik di dunia maupun di akherat. Ajakan ini adalah dari jenis ajakan yang baik dan terpuji.

4. Bisikan Malaikat
Bisikan malaikat sama seperti bisikan ruh, mengajak manusia mengikuti kebenaran dan ketaatan kepada Allah s.w.t dan segala yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan dan juga kepada apa saja yang menyebabkan keselamatan dan kemuliaan.

5. Bisikan Akal
Bisikan akal adalah bisikan yang cenderung mengarahkan pada ajakan bisikan ruh dan malaikat. Dengan bisikan akal tersebut sekali waktu manusia mengikuti nafsu dan setan, maka manusia terjerumus kepada perbuatan maksiat dan mendapatkan dosa. Sekali waktu manusia mengikuti bisikan ruh dan malaikat, maka manusia beramal sholeh dan mendapatkan pahala. Itulah hikmah yang dikehendaki Allah s.w.t terhadap kehidupan manusia. Dengan akalnya, supaya manusia mempunyai kebebasan untuk memilih jalan hidup yang dikehendaki namun kemudian manusia juga harus mampu mempertanggungjawabkan atas kesalahan dan kejahatan dengan siksa dan neraka dan menerima balasan dari amal sholeh dengan pahala dan surga.

6. Bisikan Keyakinan
Bisikan yakin adalah Nur Iman dan buah ilmu dan amal yang datangnya dari Allah s.w.t dan dipilihkan oleh Allah s.w.t. Ia diberikan khusus hanya kepada para kekasih-Nya dari para Nabi, ash-Shiddiq, asy-Shuhada’ dan para Wali-wali-Nya. Bisikan yakin itu berupa ajakan yang selalu terbit dari dalam hati untuk mengikuti kebenaran walau seorang hamba itu sedang dalam lemah wiridnya. Bisikan yakin itu tidak akan sampai kepada siapapun, kecuali terlebih dahulu manusia menguasai tiga hal;
(1) Ilmu Laduni; 

(2) Ahbārul Ghuyūb (khabar dari yang gaib); 
(3) Asrōrul Umur (rahasia segala urusan).

Bisikan yakin itu hanya diberikan oleh Allah Ta’ala kepada orang-orang yang dicintai-Nya, dikehendaki-Nya dan dipilih-Nya. Yaitu orang-orang yang telah mampu fana di hadapan-Nya. Yang telah mampu gaib dari lahirnya. Yang telah berhasil memindahkan ibadah lahir menjadi ibadah batin, baik terhadap ibadah fardhu maupun ibadah sunnah. Orang-orang yang telah berhasil menjaga batinnya untuk selama-lamanya. Allah s.w.t yang mentarbiyah mereka. Sebagaimana yang telah dinyatakan dengan firman-Nya:

إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِي

Sesungguhnya Waliku adalah Allah, dan Dia mentarbiyah (memberikan Walayah) kepada orang-orang yang sholeh”. (QS. al-A’raaf; 7/196)

Orang tersebut dipelihara dan dicukupi dengan sebab-sebab yang dapat menyampaikan kepada keridlaan-Nya dan dijaga serta dilindungi dari sebab-sebab yang dapat menjebak kepada kemurkaan-Nya. Orang yang setiap saat ilmunya selalu bertambah. Yaitu ketika terjadi pengosongan alam fikir, maka yang masuk ke dalam bilik akalnya hanya yang datangnya dari Allah s.w.t. Seorang hamba yang ma’rifatnya semakin hari semakin kuat. Nurnya semakin memancar. Orang yang selalu dekat dengan yang dicintainya dan yang disembahnya. Dia berada di dalam kenikmatan yang tiada henti. Di dalam kesenangan yang tiada putus dan kebahagiaan tiada habis. Surga baginya adalah apa yang ada di dalam hatinya.

Ketika ketetapan ajal kematiaannya tiba, disebabkan karena masa baktinya di dunia fana telah purna, maka untuk dipindahkan ke dunia baqo’, mereka akan diberangkatkan dengan sebaik-baik perjalanan. Seperti perjalanan seorang pengantin dari kamar yang sempit ke rumah yang luas. Dari kehinaan kepada kemuliaan. Dunia baginya adalah surga dan akherat adalah cita-cita. Selama-lamanya mereka akan memandang wajah-Nya yang Mulia, secara langsung tanpa penghalang yang merintangi. Allah s.w.t menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ (54) فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu, berada di taman-taman dan sungai-sungai – Di tempat yang disenangi di sisi Tuhannya yangMaha Kuasa” . (QS. al-Qomar; 54/54)

Dan firman Allah s.w.t:

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan tambahan “. (QS. Yunus; 10/26)

Firman Allah s.w.t di atas: “Ahsanuu”, artinya berbuat baik dengan menta’ati Allah s.w.t dan Rasul-Nya, serta selalu mensucikan hatinya dengan meninggalkan amal ibadah yang selain untuk-Nya. Allah s.w.t akan membalasnya di akherat dengan surga dan kemuliaan. Diberi kenikmatan dan keselamatan. Ditambahi dengan pemberian yang abadi. Yaitu selama-lamanya memandang kepada wajah-Nya yang Mulia.

“Nafsu dan Ruh” adalah dua tempat bagi setan dan malaikat. Keadaannya seperti pesawat penerima yang setiap saat siap menerima signal yang dipancarkan oleh dua makhluk tersebut. Malaikat menyampaikan dorongan ketakwaan di dalam ruh dan setan menyampaikan ajakan kefujuran di dalam nafsu. Oleh karena itu, nafsu selalu mengajak hati manusia untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan fujur.

Di antara keduanya ada Akal dan Hawa. Dengan keduanya supaya terjadi proses hikmah dari rahasia kehendak dan keputusan Allah yang azaliah. Yaitu supaya ada pertolongan bagi manusia untuk berbuat kebaikan dan dorongan untuk berbuat kejelekan. Kemudian akal menjalankan fungsinya, memilih menindaklanjuti pertolongan dan menghindari ajakan kejelekan, dengan itu supaya tidak terbuka peluang bagi hawa untuk menindaklanjuti kehendak nafsu dan setan. Sedangkan di dalam hati ada dua pancaran Nur, “Nur Ilmu dan Nur Iman”. itulah yang dinamakan yakin. Kesemuanya indera tersebut merupakan alat-alat atau anggauta masyarakat hati. Hati bagaikan seorang raja terhadap bala tentaranya, maka hati harus selalu mampu mengaturnya dengan aturan yang sebaik-baiknya. (Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani, “Al-Ghunyah”; 1/101)

Walhasil, yang dimaksud alam ruhaniah itu bukan alam jin atau alam ghaib, tetapi alam-alam batin yang ada dalam jiwa manusia. Alam batin yang menyertai alam lahir manusia secara manusiawi. Dengan alam batin, manakala indera-indera yang ada di dalam alam batin itu hidup, maka manusia bisa mengadakan interaksi dengan makhluk batin dengan segala rahasia kehidupan yang ada di dalamnya sebagaimana dengan alam lahir manusia dapat mengadakan komunikasi dengan makhluk lahir dengan segala urusannya.

Untuk menghidupkan indera-indera yang ada di alam batin tersebut, manusia harus mampu mencapainya dengan jalan melaksanakan mujahadah dan riyadhoh di jalan Allah. Mengharapkan terbukanya matahati (futuh) dengan menempuh jalan ibadah (thoriqoh) dengan bimbingan seorang guru mursyid sejati. Perjalanan tersebut bukan menuju suatu tempat yang tersembunyi, melainkan menembus pembatas dua alam yang di dalamnya penuh mesteri. Dengan itu supaya ia mencapai suatu keadaan yang ada dalam jiwa yang dilindungi, supaya dengan keadaan itu ia dapat menemukan rahasia jati diri yang terkadang orang harus mencari setengah mati. Itulah perjalanan tahap awal yang harus dicapai seorang salik dengan sungguh hati. Lalu, dengan mengenal jati diri itu, dengan izin Allah selanjutnya sang pengembara sejati dapat menemukan tujuan akhir yang hakiki, yakni menuju keridhoan Ilahai Rabbi.

fanggaz.wordpress.com


Sufi Road : Kajian tentang Ruh

Para ulama memiliki pandangan berbeda tentang bolehnya mengkaji tema seputar ruh. Ada yang berpendapat, mengkaji ruh itu haram, karena hanya Allah yang tahu. Ada pula yang berpedapat, kajian tentang ruh itu makruh mendekati haram, karena dalam Al-Quran tidak ada nash yang menjelaskan masalah ruh secara gamblang.


Setiap pendapat tersebut memiliki dasar pemahaman yang berbeda terhadap firman Allah, “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah, ‘Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan kalian hanya diberi sedikit pengetahuan’.” – QS Al-Isra’ (17): 85.



Mereka yang menolak kajian tentang ruh di antaranya berpandangan, pernyataan Allah pada ayat tersebut menjelaskan bahwa ruh termasuk alam metafisika, yang tidak dapat diketahui secara pasti. Ia bukan sesuatu yang bersifat inderawi, yang dapat diketahui lebih jauh. Selain itu, ilmu manusia terbatas hanya pada pengetahuan tentang penciptaan. Inilah yang dimaksud dengan kalimat dalam ayat tersebut, “Dan kalian hanya diberi sedikit pengetahuan.”


Sementara itu mereka yang memperbolehkan mengkaji tentang ruh di antaranya berpandangan, tidak ada kesepakatan para ulama yang menyatakan bahwa ruh yang ditanyakan dalam ayat itu adalah ruh (nyawa) manusia. Ada pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud ruh dalam ayat tersebut adalah Al-Quran, Jibril, Isa, atau ciptaan Allah yang ghaib, yang hanya diketahui oleh Allah SWT.


Bagaimanapun, yang lebih baik adalah tidak membahas masalah ruh terlalu dalam. Syaikh Abu An-Nashr As-Sarraj Ath-Thuusi mengatakan, “Terdapat orang-orang yang salah memahami ruh, (kesalahan) mereka ini bertingkat-tingkat, semuanya bingung dan salah paham. Sebab mereka memikirkan keadaan sesuatu (yakni ruh) yang mana Allah sendiri telah mengangkat darinya pada segala keadaan dan telah membersihkannya dari sentuhan ilmu pengetahuan, (sehingga) ia tak akan dapat disifati oleh seorang pun kecuali dengan sifat yang telah dijelaskan Allah.”
Hakikat Ruh
Habib Syaikh bin Ahmad Al-Musawa, dalam karyanya berjudul Apa itu Ruh?, menyatakan, definisi ruh adalah, “ciptaan/makhluk yang termasuk salah satu dari urusan Allah Yang, Mahatinggi. Tiada hubungan antara ia dengan Allah kecuali ia hanyalah salah satu dari milik-Nya dan berada dalam ketaatan-Nya dan dalam genggaman (kekuasaan)-Nya. Tidaklah ia menitis (bereinkarnasi) ataupun keluar dari satu badan kemudian masuk ke badan yang lain. Ia juga akan merasakan kematian sebagaimana badan merasakannya. Ia menikmati kenikmatan sebagaimana juga badan, atau akan merasakan siksa sebagaimana juga badan. Dia akan dibangkitkan pada badan yang ia keluar darinya. Dan Allah menciptakan ruh Nabi Adam AS dari alam malakut sedangkan badannya dari tanah.”

Sementara itu, sebagian besar filosof muslim, seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan sekelompok kaum sufi, berpendapat, jiwa terpisah dari materi. Ia bukan jasad atau benda. Ia tidak memiliki dimensi panjang dan dalam. Jiwa sangat berhubungan dengan sistem yang bekerja dalam jasad. Dengan kata lain, jiwa menggerakkan jasad dari luar karena ia tidak menyatu dengan jasad. Jiwa adalah inti ruh murni yang dapat mempengaruhi jasad dari luar seperti magnet.

Al-Ghazali, dalam Ihya’-nya, menyebutkan, kata-kata ruh, jiwa, akal, dan hati, sejatinya merujuk pada sesuatu yang sama, namun berbeda dalam ungkapan. Sesuatu ini, jika ditinjau dari segi kehidupan jasad, disebut ruh. Jika ditinjau dari segi syahwat, ia disebut jiwa. Jika ditinjau dari segi alat berpikir, ia disebut akal. Dan jika ditinjau dari segi ma’rifat (pengetahuan), ia disebut hati (qalb).

Dalam bahasa sehari-hari, ruh dan jiwa juga acap digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang sama, seperti pada ucapan “ruhnya telah melayang”, atau “jiwanya telah melayang”. Dua kalimat tersebut bermakna sama, orang itu telah mati.

Para ulama lainnya berpendapat, ruh adalah benda ruhaniah (cahaya) langit yang intinya sangat lembut, seperti sinar matahari. Ia tidak dapat berubah, tidak dapat terpisah-pisah, dan tidak dapat dikoyak. Jika proses penciptaan satu jasad telah sempurna dan telah siap, seperti dalam firman Allah “Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya – QS Al-Hijr (15): 29, benda-benda mulia (ruh) Ilahi dari langit akan beraksi di dalam tubuh, seperti api yang membakar. Inilah yang dimaksudkan dalam firman Allah “Aku meniupkan ruh (ciptaan)-Ku ke dalamnya.” – QS Al-Hijr (15): 29. Selama jasad dalam kondisi sehat, sempurna, dan siap menerima benda mulia tersebut, ia akan tetap hidup. Jika di dalam jasad ada unsur-unsur yang memberatkan, misalnya penyakit, unsur-unsur itu akan menghambat benda mulia ini sehingga ia akan terpisah dari jasad. Saat itu, jasad menjadi mati.

Beragam definisi ruh disebutkan para ulama. Intinya, manusia terdiri dari jasad dan ruh. Perbedaan pendapat para ulama seputar hakikat ruh bukan bagian dari inti aqidah Islam. Masalah ini berada dalam ranah ijtihad para ulama.

Abadi, atau Fana?



Allah menetapkan kematian atas segala yang memiliki ruh dari makhluk-Nya, penguasa maupun rakyat jelata, yang kaya atau yang miskin, yang mulia atau yang lemah, yang maksiat atau yang taat, dari seluruh penduduk alam semesta ini, dan kemudian mengadili mereka di akhirat.

Dia menggenggam ruh sebagian manusia yang telah memakmurkan dunia dan menghiasinya dengan bangunan-bangunan, kemudian manusia itu menempatinya, meski itu bukan tempat yang kekal bagi semua yang hidup.

Dia juga menggenggam ruh manusia sebagian lainnya yang bersungguh-sungguh untuk memperbaiki akhiratnya dan menjadikan dunia hanya sebagai batu loncatan untuk memperbanyak amal shalih mereka sebagai perahu dalam mengarunginya.

Ruh yang ini mendapat kebahagiaan dan kesenangan, sementara ruh yang lain mendapatkan kekecewaan, kecelakaan, dan kepayahan. Ruh yang ini bersenang-senang di kebun surga dan bernaung di lentera-lentera yang bergantung di ‘Arsy dalam kenikmatan yang menyenangkan, sedang ruh yang lain terpenjara dan tersiksa di neraka jahim. Alangkah jauh perbedaan antara kedua ruh jasad dua jenis manusia tersebut.

Setelah seseorang mati, ruh tetap ada hingga terjadi peniupan sangkakala yang pertama. Ulama sepakat akan hal itu. Selama masa itu, ruh merasakan nikmat atau adzab di alam kubur.

Adapun setelah ditiupnya sangkakala, terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagian ulama berpendapat, ruh bersifat fana (akan sirna) dan akan mati saat peniupan sangkakala yang pertama. Dasarnya adalah firman Allah, “Setiap yang berjiwa akan merasakan kematian.” – QS Ali Imran (3): 185. Dalam ayat lainnya disebut, “Semua yang ada akan binasa.” – QS Ar-Rahman (55): 26.

Menurut pendapat terkuat, setelah peniupan sangkakala yang pertama, ruh akan tetap abadi. Hukum asal sesuatu yang abadi adalah selalu ada sampai ada sesuatu yang mengubahnya. Perdapat tentang keabadian ruh ini disimpulkan dari ayat “Dan ditiuplah sangkakala. Maka, matilah makhluk yang di langit dan di bumi kecuali makhluk yang dikehendaki Allah. Kemudian sangkakala ditiup sekali lagi. Tiba-tiba mereka berdiri menunggu (keputusannya masing-masing).” – QS Az-Zumar (39): 68. Menurut penjelasan ayat ini, ruh termasuk sesuatu yang dikecualikan.

Ruh Mengetahui saat Diziarahi


Apakah ketika orang hidup menziarahi orang mati, ruh orang mati tersebut dapat mengetahui bahwa ia tengah diziarahi? Habib Syekh menuliskan dalam bukunya, jawabannya adalah “Ya.”

Bila ditanyakan apakah jasad mereka atau arwah mereka (yang bertemu), ia menjawab, “Sungguh jauh sekali. Jasad sudah hancur, yang bertemu hanyalah arwah mereka.”

Ibnu Abdil Barr berkata, “Telah tetap riwayat dari Nabi SAW, beliau bersabda, ‘Tidaklah seorang muslim melewati kubur saudaranya yang mana dahulu ia mengenalnya di dunia, kecuali Allah akan mengembalikan ruh saudaranya itu lalu ia menjawab salamnya.” Hadits ini menunjukkan, ruh si mati mengenalinya dan menjawab salamnya.

Pada hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, disebutkan, ketika Rasulullah SAW memerintahkan agar korban yang tewas pada Perang Badar (dari kaum musyrikin) dikuburkan dalam satu lubang, kemudian beliau mendatangi lubang tempat kubur tersebut lalu berdiri dan menyeru mereka yang telah mati itu dengan namanya masing-masing, “Wahai Fulan bin Fulan, wahai Fulan bin Fulan, apakah kalian telah mendapati apa yang telah dijanjikan Tuhan kalian adalah benar? Karena sesungguhnya aku mendapati apa yang dijanjikan Tuhanku kepadaku adalah benar”, berkatalah Umar RA kepada beliau, “Ya Rasulullah, mengapakah Tuan menyeru/berbicara kepada orang-orang yang telah menjadi bangkai.”

Beliau menjawab, “Demi Allah, yang telah mengutusku dengan kebenaran, tidaklah kalian lebih mendengar apa yang kau katakan daripada mereka. Hanya saja mereka tak dapat menjawab.”

Saat memperhatikan kebiasaan sebagian besar masyarakat di Nusantara yang melakukan aktivitas ruwahan atau berkirim pahala amal kepada orang-orang yang telah wafat atau khususnya kepada arwah yang mereka ziarahi, apakah arwah orang yang telah mati itu dapat mengambil manfaat dari amal orang hidup, ataukah tidak? Berikut ini salah satu hujjah di antara luasnya bahtera hujjah yang menunjukkan sampainya amalan orang hidup kepada orang yang telah mati.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab shahih mereka, dari Abdullah bin Abbas RA, ia berkata, “Telah datang seorang kepada Nabi SAW lalu orang itu bertanya, ‘Ya Rasulullah, ibuku meninggal dunia dan ia meninggalkan utang puasa sebulan, apakah aku dapat mengqadha puasanya?’
Rasulullah SAW balik bertanya, ‘Bagaimana pendapatmu jika ibumu berutang lalu engkau melunasi utangnya, apakah itu mencukupi/menggugurkan kewajibannya?’

Orang itu menjawab, ‘Ya.’

Rasulullah SAW bersabda, ‘Jika demikian, utang kepada Allah lebih wajib untuk dilunasi’.”

IY, dari berbagai sumber


Sufi Road : Antara Ruh Dan Jasad.


Pada suatu hari Abu Bashir berada di Masjid A-Haram. la terpesona mnenyaksikan ribuan orang yang bergerak mengelilingi Kabah, mendengarkan gemuruh tahlil, tasbih, dan takbir mereka. Ia membayangkan betapa beruntungnya orang-orang itu. Mereka tentu akan mendapat pahala dan ampunan Tuhan.
Imam Ja’far Al-Shadiq, tokoh spiritual yang terkenal dan salah seorang ulama besar dari keluarga Rasulullah saw, menyuruh Abu Bashir menutup matanya. Imam Ja’far mengusap wajahnya. Ketika ia membuka lagi matanya, ia terkejut. Di sekitar Ka’bah ia melihat banyak sekali binatang dalam berbagai jenisnya- mendengus, melolong, mengaum. Imam Ja’far berkata, “Betapa banyaknya lolongan atau teriakan; betapa sedikitnya yang haji.”


Apa yang disaksikan Abu Bashir pada kali yang pertama adalah tubuh-tubuh manusia. Apa yang dilihat kedua kalinya adalah bentuk-bentuk roh mereka. Kita adalah makhluk yang hidup di dua alam sekaligus. Tubuh kita hidup di alam fisik, terikat dalam ruang dan waktu. Para ulama menyebut alam fisik ini sebagai alam nasut, alam yang bisa kita lihat dan kita raba, Kita dapat menggunakan pancaindera kita untuk mencerapnya. Sementara itu, roh kita hidup di alam metafisik, tidak terikat dalam ruang dan waktu. Para ulama menyebut alam ini alam malakut. Menurut Al-Quran, bukan hanya manusia, tetapi segala sesuatu mempunyai malakut-nya. “Maka Mahasuci (Allah) yang di tangan-Nya malakut segala sesuatu. Dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.’ (QS. Yasin 83); ‘Dan demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim, malakut langit dan bumi.” (QS. Al-An’arn 75)


Roh kita, karena berada di alam malakut, tidak dapat dilihat oleh mata lahir kita. Roh adalah bagian batiniah dari diri kita. Ia hanya dapat dilihat oleh mata batin. Ada sebagian di antara manusia yang dapat melihat roh dirinya atau orang lain. Mereka dapat menengok ke alam malakut. Kemampuan itu diperoleh karena mereka sudah melatih mata batinya dengan riyadhah kerohanian atau karena anugrah Allah (al-mawahib al-rabbaniyyah). Para Nabi, para walli, dan orang-orang saleh seringkali mendapat kesempatan melihat ke alam rnalakut itu.

Makanan Roh

Roh -seperti tubuh-juga dapat berada dalam berbagai keadaan. Imam Ali kw berkata, ‘Sesungguhnya tubuh mengalami enam keadaan; sehat, sakit, mati, hidup, tidur, dan bangun. Demikian pula roh. Hidupnya adalah ilmunya, matinya adalah kebodohannya., sakitnya adalah keraguannya, dan sehatnya adalah keyakinannya, tidurnya adalah kelalaiannya, dan bangunnya ialah penjagaannya.’ (BiharAl-Anwar 61:40)

Seperti tubuh, roh pun memerlukan makanan. Mulla Shadra tidak menyebutnya makanan. Ia menyebutnya rezeki. Ia berkata, ‘Setiap yang hidup perlu rezeki, dan rezeki arwah adalah cahaya-cahaya ilahiah dan ilmu-ilmu rabbaniah.’ (Mafatih AI-Ghaib 545)

Untuk meningkatkan kualitas roh, supaya ia sehat dan kuat, kita perlu memberikan kepadanya cahaya-cahaya ilahiah dalam bentuk zikir, doa, dan ibadat-ibadat lainnya seperti salat, puasa, dan haji. Pada Bulan Ramadhan, kita berusaha menerangi roh kita dengan berbagai makanan rohani. Kita mandikan roh kita dengan proses pensucian batin, seperti istighfar, mengendalikan hawa nafsu, dan menjauhi kemaksiatan. Karena itu Nabi saw bersabda, ‘Bulan Ramadhan adalah bulan yang diwajibkan atas kamu puasanya dan disunnahkan bagimu bangun malamnya. Barangsiapa yang berpuasa dan melakukan salat malamnya dengan iman dan ikhlas, Tuhan akan mengampuni dosa-dosanya yang terdahulu. (Dalam riwayat lain) la akan keluar dari dosa-dosanya seperti ketika ia keluar dari perut ibunya.’

Kita menghidupkan roh dengan ilmu-ilmu rabbaniah. Inilah yang kita maksud dengan dimensi intelektual dari keberagamaan kita. Ada ilmu-ilmu yang membantu kita untuk memelihara kesehatan tubuh kita seperti ilmu gizi, kedokteran, ekologi, dan sebagainya. Di samping itu, ada ilmu-ilmu yang menolong kita untuk menyehatkan roh kita: ilmu-ilmu tentang Al-Quran dan Sunnah (syariat), ilmu-ilmu tentang cara mendekatkan diri kita kepada Allah (thariqat), dan ilmu-ilmu berkenaan dengan pengalaman rohaniah (haqiqat).

Seperti tubuh, roh yang tidak diperhatikan dan dipelihara, roh yang kekurangan makanan akan menjadi roh yang lemah, sakit-sakitan, dan akan dikuasai setan. Roh yang sakit tampak dalam gejala-gejala seperti kegelisahan, keresahan, kebingungan, hidup yang tidak bermakna, hidup tanpa tujuan, kosongan eksistensial (existential vacuum). Pendeknya, roh yang sakit tampak dalam hidup yang tidak tentram. Al-Quran melukiskannya, ‘Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan kami menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha 124); “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan diberikan kepadanya pet-unjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.’ (QS. Al-An’am 120).

Keindahan Roh

Seperti tubuh, arwah mempunyai rupa yang bermacam-macam: buruk atau indah; juga mempunyai bau yang berbeda: busuk atau harum. Rupa roh jauh lebih beragam dari rupa tubuh. Berkenaan dengan wajah lahiriah, kita dapat saja menyebut wajahnya mirip binatang, tapi pasti ia bukan binatang. Roh dapat betul-betul berupa binatang -babi atau kera. Tuhan berkata, ‘Katakanlah: apakah akan Aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk kedudukannya di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi dan penyembah Thagut? Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (Al-Maidah 60)

Al-Ghazali menulis: ‘Al-Khuluq dan Al-Khalq kedua-duanya digunakan. Misalnya si Fulan mempunyai khuluq dan khalq yang indah -yakni indah lahir dan batin. Yang dimaksud dengan khalq adalah bentuk lahir, yang dimaksud dengan khuluq adalah bentuk batin. Karena manusia terdiri dari tubuh yang mencerap dengan mata lahir dan roh yang mencerap dengan mata batin. Keduanya mempunyai rupa dan bentuk baik jelek maupun indah. Roh yang mencerap dengan mata batin memiliki kemampuan yang lebih besar dari tubuh yang mencerap dengan mata lahir. Karena itulah Allah memuliakan roh dengan menisbahkan kepada diri-Nya. Ia bersabda, ‘Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, Aku menjadikan manusia dan’ tanah. Maka apabila telah kusempurna kan kejadiannya dan kutiupkan kepadanya rohku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.’(QS. Shad 71-72). Allah menunjukkan bahwa jasad berasal dari tanah dan roh dari Tuhan semesta alam. (Ihya Ulum Al-Din, 3:58).

Khuluq -dalam bahasa Arab- berarti akhlak. Roh kita menjadi indah dengan akhlak yang baik dan menjadi buruk dengan akhlak yang buruk. Dalam teori akhlak dari Al-Ghazali, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, akan memiliki roh yang berbentuk babi; orang yang pendengki dan pendendam akan memiliki roh yang berbentuk binatang buas; orang yang selalu mencari dalih buat membenarkan kemaksiatannya akan mempunyai roh yang berbentuk setan (monster) dan seterusnya.

Ketika turun ke bumi, karena berasal dari Mahasuci, roh kita dalam keadaan suci. Ketika kita kembali kepadanya, roh kita datang dalam bentuk bermacam-macam. Ketika pohon pisang lahir ke dunia, ia lahir sebagai pohon pisang. Ketika mati, ia kembali sebagai pohon pisang lagi. Ketika manusia lahir, ia lahir sebagai manusia. Ketika mati, ia kembali kepada Tuhan dalam berbagai bentuk, tidak hanya dalam bentuk manusia saja. Ia dapat kembali dalam bentuk binatang, setan, atau cahaya.

Walhasil, untuk memperindah bentuk roh kita, kita harus melatihkan akhlak yang baik. Meningkatkan kualitas spiritual, berarti mernperindah akhlak kita. Kita menyimpulkan prinsip ini dalam doa ketika bercermin. “Allahumma kama ahsanta khalqi fa hassin khuluqi.’ (Ya Allah, sebagaimana Engkau indahkan tubuhku, indahkan juga akhlakku).

Roh dalam Maut

Kita kutipkan di sini hadits yang panjang;

“Kami sedang mengantarkan jenazah di Baqi. Kemudian datanglah Nabi dan duduk bersama kami di dekat jenazah. Kami tundukkan kepala kami seakan-akan burung hinggap di atasnya. Ia berkata: Aku berlindung dari siksa kubur, 3X. Sesungguhnya manusia mukmin ketika hendak memasuki akhirat dan meninggalkan dunia, turunlah malaikat kepadanya dengan wajah yang bersinar seperti cahaya matahari. Mereka duduk di dekat rnayit sepanjang mata memandang. Lalu datanglah malakal maut dan duduk di dekat kepalanya dan berkata: Hai roh yang baik, keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya. Maka keluarlah roh itu mengalir seperti rnengalirnya tetesan air dari mulut cerek. Malaikat maut mengambilnya. Apabila ia sudah mengambilnya, ia tidak membiarkannya berada di tangannya sekejap mata pun sampai ia menyimpannya di dalam kafan. Dari roh itu keluarlah bau harum semerbak memenuhi permukaan bumi. Para malaikat naik membawa roh itu. Setiap kali mereka rnelewati kelompok malaikat yang lain, mereka ditanya, ‘Siapa roh yang baik ini?’ Mereka menyebut Fulan bin Fulan dengan nama-nama yang indah yang diperolehnya di dunia. Ketika sampai di langit dunia, dibukakanlah pintu baginya. Pada setiap langit, malaikat mengantarkannya sampai ke langit berikutnya dan seterusnya sampai ke Allah Ta’ala.

Allah berfirman: ‘Tuliskan kitab hamba-Ku di tempat yang tinggi. Kembalikan dia ke bumi karena aku menciptakannya dari bumi, mengembalikannya ke bumi, dan mengeluarkannya dari bumi sekali lagi. Lalu rohnya dikembalikan ke jasadnya. Dua malaikat datang dan duduk bersamanya seraya berkata: Siapa Tuhanmu? Ia berkata: Tuhanku Allah. Apa agamamu? Agamaku Islam. Siapa laki-laki yang diutus kepadamu? Rasulullah. Darimana kamu mengetahui hal ini? Aku membaca Kitabullah, beriman kepadanya, dan membenarkannya. Seorang penyeru berseru dari langit: Benar hambaku. Hamparkan baginya tikar dari surga. Bukakan baginya pintu dari surga. Lalu angin dan semerbak surga datang kepadanya. Kuburan dilegakan seluas pandangan mata. Seseorang yang berwajah cantik datang kepadanya dengan baju yang indah dan bau yang harum. Ia berkata: Bergembiralah dengan apa-apa yang akan membahagiakan kamu. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu. Mayit bertanya: siapakah kamu? Wajahmu wajah yang membawa kebaikan. Ia berkata: Saya. amal shalehmu. Ia berkata: Tuhanku, tegakkanlah hari kiamat supaya aku kembali kepada keluargaku dan kekayaanku.

Bila seorang kafir meninggalkan dunia dan memasuki akhirat, dari langit turunlah mialaikat berwajah buruk dan membawa kain yang buruk. Mereka duduk di dekat mayit sepanjang mata memandang. Lalu datanglah malakal maut dan duduk di dekat kepalanya dan berkata: Hai roh yang buruk, keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya.. Malaikat maut mencabut nyawanya seperti sisir besi mencabuti bulu yang basah. Mailakat maut mengambilnya. Apabila ia sudah mengarnbilnya, ia tidak membiarkannya berada di tangannya sekejap mata pun sampai ia menyimpannya di dalam kain buruk itu. Dari roh itu keluar bau yang lebih busuk dari bau bangkai dan memenuhi permukaan bumi. Para malaikat naik mernbawa roh itu. Setiap kali mereka melewati kelompok malaikat yang lain mereka ditanya. “Siapa roh yang buruk ini”? Mereka menjawab; Fulan bin Fulan dan menyebutnya dengan nama-nama yang buruk yang diperolehnya dari dunia. Ketika ia sampai ke langit dunia, ia minta dibukakan pintu langit, tetapi tidak dibukakan kepadanya. Kemudian. Rasulullah saw membaca ayat Al-Quran, “Sesingguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan kepada mereka pintu-pintu langit dan tidak pula mereka masuk surga, seperti tidak mungkinnya unta masuk ke lubang jarum. (QS. Al-A’raf 40)

Allah berfirman, ‘Tuliskan kitabnya di bumi yang paling rendah.’ Maka dilemparkanlah rohnya. Kemudian Nabi membaca ayat Al-Quran, ‘Dan barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh. (QS. AI-Haj 31) Lalu rohnya dikembalikan ke jasadnya. Dua malaikat datang dan duduk bersamanya, seraya berkata: Siapa Tuhanmu? Ia berkata: Ah, aku tidak tahu. Seorang penyeru berteriak dari langit: Bohong hambaku. Hamparkan kepadanya tikar dari api neraka. Bukakan baginya pintu neraka. Panas dan keringnya neraka mendatanginya. Kuburannya disempitkan sampai pecah tulang-tulangnya. Seseorang yang berwajah buruk, berpakaian buruk, berbau busuk datang kepadanya dan berkata: Terimalah berita yang menyusahkan kamu. Inilah hari yang telah dijanjikan kepadamu. Mayit bertanya, ‘Siapakah kamu? Wajahmu wajah yang membawa keburukan.’ Ia menjawab, ‘Aku amalmu yang buruk.’ Mayit itu berkata: Tuhanku jangan tegakkan hari kiamat. (Ibn Qayyim Al-Jawziyyah, Al-Roh hal 44-45).

Oleh : Prof.Dr.KH. Jalaluddin Rakhmat


Sufi Road : Ruh Manusia Didalam Al Quran


AL-RUH MANUSIA DALAM AL-QUR’AN

Manusia terdiri dari ruh dan jasad, karenanya Allah Swt menundukkan keduanya secara keseluruhan, baik ketika di mahsyar, diberi pahala maupun disiksa. Ruh adalah makhluk. Beberapa hadits mengidentifikasikan bahwa ruh adalah materi yang lembut. Bagi sementara pihak yang berkata bahwa ruh adalah qadim, merupakan kekeliruan besar.

Ahli hakikat dari kalangan ahli sunnah berbeda pandangan soal ruh. Ada yang berpendapat, ruh adalah kehidupan, yang lain berpandangan ruh adalah kenyataan yang ada dalam hati, yang bernuansa lembut. Allah Swt menjalankan kebiasaan makhluk dengan mencipta kehidupan dalam hati, sepanjang arwahnya menempel di badan. Manusia hidup dengan sifat kehidupan, tetapi arwah selalu di cetak di dalam hati dan bisa naik ketika tidur dan terpisah dengan badan, kemudian kembali kepada-Nya.

Pengertian al-Ruh

Menurut Ibnu Zakariya (w. 395 H / 1004 M) menjelaskan bahwa kata al-ruh dan semua kata yang memiliki kata aslinya terdiri dari huruf ra, wawu, ha; mempunyai arti dasar besar, luas dan asli. Makna itu mengisyaratkan bahwa al-ruh merupakan sesuatu yang agung, besar dan mulia, baik nilai maupun kedudukannya dalam diri manusia.